Rabu, 01 Juni 2011

Otonomi Desa 2011

melaksanakan otonomi desa pada 2011, yakni ditandai pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa), Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) serta pengelolaan keuangan desa. Secara umum,

otonomi desa dapat digambarkan sebagai kinerja pemerintah (eksekutif) di desa.


 

Sistem dan pola pemerintahan yang sama dengan tingkat kabupaten atau kota itu, imbuh dia sehingga seperti halnya pemilihan kepala daerah tingkat kabupaten dan kota (bupati dan wali kota) maka kepala desa terpilih harus memiliki visi dan misi selama lima tahun ke depan yang dijabarkan dalam RPJMDesa, serta Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa).


 

Rencana anggaran itu disusun bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk kegiatan tiap tahun.


 

Pemerintah Desa harus menyusun APBDesa yang setelah mendapat persetujuan bersama

dari BPD, kemudian diajukan kepada bupati atau wali kota untuk ditetapkan sebagai Peraturan Desa.


 

"Karena telah memiliki APBDesa, maka pemerintah desa melaksanakan kegiatan pengelolaan keuangan desa melalui rekening kas desa.


 

Besarnya anggaran yang disalurkan melalui Alokasi Dana Desa (ADD) berdasarkan Peraturan Mendagri (Penmendagri) No. 37 tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, besarnya ADD paling sedikit 10 persen dari APBD kabupaten

dan kota.


 

Sumber pendanaannya dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten dan kota untuk desa.


 

Sesuai Permendagri NO 37 itu, maka setiap pengeluaran belanja atas beban APBDesa pun harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah.


 

Pasalnya, imbuh dia, ADD langsung ditransfer ke rekening desa dan dikelola pemerintah desa. Bahkan dalam Permendagri di atas, turut mengatur Sisa Lebih Penghitungan Anggaran (Silpa) tahun sebelumnya, dana cadangan desa yang disimpan dalam rekening tersendiri, hingga perubahan APBDesa.


 

"Jadi pengelolaan keuangan desa kini memiliki mekanisme yang lebih rumit

dibanding tahun-tahun sebelumnya yang biasanya melalui program Bantuan Desa


 

berdasarkan Permendagri No 37/2007, penggunaan ADD adalah sebesar 30 persen untuk belanja aparatur dan operasional, dan 70 persen untuk biaya pemberdayaan masyarakat. Jadi RPJMDesa dan RKPDesa harus mengacu pada ketentuan Permendagri ini.


 

Pemberdayaan masyarakat itu meliputi biaya perbaikan sarana publik dalam skala kecil, penyertaan modal usaha masyarakat melalui BUMDesa, biaya pengadaan ketahanan pangan, perbaikan lingkungan dan pemukiman, teknologi tepat guna, perbaikan kesehatan dan pendidikan, pengembangan sosial budaya dan

lainnya yang dianggap penting.


 

Otonomi Desa bukanlah otonomi yang tergantung kabupaten, namun otonomi desa yang terkoordinasi dengan kabupaten. Untuk itu, yang dibutuhkan desa dan masyarakatnya adalah pengakuan (rekognisi), misalnya : dalam struktur sosial di desa terdapat organisasi-organisasi dan atau kelompok-kelompok masyarakat dengan berbagai tujuan memberdayakan diri, dan berkelompok bagi mereka adalah cara untuk saling membangun kepercayaan dan solidaritas. Sehingga dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa, mereka disertakan dan turut mengambil keputusan. Dalam berbagai kebijakan program sektoral di desa, organisasi-organisasi dan atau kelompok-kelompok masyarakat yang telah ada dan berkembang, tidak tersentuh, bahkan dijauhkan. Sebaliknya, dibentuk struktur-struktur sosial baru yang jauh dari kebiasaan mereka, sehingga rawan mengundang konflik dan memecah bangunan sosial yang ada. Padahal, karakteristik desa perlu dihormati dan dikembangkan.


 

Desa dan masyarakatnya juga membutuhkan subsidiaritas; lokalisasi kewenangan ditingkat desa dan pengambilan keputusan secara lokal atas kepentingan masyarakat desa. Sebagai gambaran, desa dan masyarakatnya menghendaki adanya kebijakan (policy) ditingkat desa yang dijadikan dasar untuk menyelesaikan masalah atas dasar kepentingan masyarakat desa, bukan penyelesaian masalah yang dasar policynya (kebijakannya) menunggu petunjuk dari kecamatan atau kabupaten. Kondisi 'menunggu petunjuk' untuk mengambil keputusan ini menjadi kenyataan umum di desa-desa. Dengan demikian, desa tidak akan bisa berkembang dengan baik, antipati masyarakat akan meningkat karena banyak masalah tidak terselesaikan dengan baik, dan pada gilirannya kontraproduktif dengan berbagai upaya memperkuat kelembagaan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Karenanya, perlu jelas; mana masalah yang cara menyelesaikannya, cukup dengan policy (kebijakan) desa, dan mana masalah yang dasar penyelesaiannya diatur melalui kebijakan kabupaten?.


 

Jika kondisi ini terjadi, akan tumbuh kepercayaan desa dan masyarakatnya bahwa tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan secara cepat dan efektif di desa. Bisakah ini terjadi?


 

Kita patut kritis terhadap gagasan Pemkab. Di satu sisi, pemkab ingin menekankan mekanisme rentang kendali yang ketat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan melalui berbagai kebijakan yang kuat dan signifikan untuk desa, di sisi lain, ingin menghormati, mempertahankan dan mengembangkan karakter lokal desa sebagai mekanisme untuk mengatur kehidupannya, bahkan menegaskan otonomi desa adalah otonomi asli. Tentu, diperlukan rumusan hubungan dan pengaturan sumber daya yang adil dan efektif antara desa dan kabupaten, karena kebijakan daerah untuk desa selama ini dirasa belum efektif, bahkan cenderung 'mengebiri' kemampuan desa dan masyarakatnya untuk mengembangkan kesejahteraan.


 

Agar gagasan pemkab tentang Otonomi Desa cepat terkondisikan dan terintegrasi dengan baik ke dalam RPJMD dan RPJPD, maka, diperlukan terobosan ; a) ada bagian tersendiri dalam struktur pemerintah daerah yang fokus dan efektif mengawal terwujudnya otonomi desa, sekaligus sebagai alamat untuk mengkoordinasikan berbagai perkembangan desa, bahkan bertugas mengkoordinasikan dukungan program-program sektoral ke desa, b) mempercepat penyelesaian rancangan peraturan daerah terkait pembagian urusan pemerintahan antara kabupaten dan desa, c) memperjelas skema kebijakan untuk mengatasi kesenjangan fiskal antara kabupaten dan desa melalui peraturan daerah tentang 'Perimbangan Keuangan antara Desa dan Kabupaten' (ADD diatur didalamnya), dan d) menyelenggarakan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dan desa/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2007. Terobosan-terobosan tersebut merupakan upaya untuk "membuat jalan, memperbaiki jalan, dan sambil berjalan" mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa yang adil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar